Selasa, 05 Januari 2010

PERKEMBANGAN BISNIS di ASIA

PERKEMBANGAN BISNIS di ASIA

Selama sembilan belas tahun terakhir, kawasan Asia Tenggara telah berubah menjadi aktor yang paling dinamis dalam permainan baru yang berjudul “Abad Kebangkitan Pasifik”, suatu perkembangan yang telah mengejutkan dunia. Negara-negara Industri baru (NIC) di Asia, bersama-sama Jepang yang berperan sebagai pemimpin, telah menjadi lokomotif bagi pertumbuhan Pasifik. Negara-negara Asia Tenggara tampaknya menyadari’ akan adanya saling ketergantungan mereka di dalam dunia yang kecil ini.
Sekalipun negara-negara ini memiliki kekayaan alam yang begitu besar, tapi para pembuat kebijaksanaan menyadari bahwa kemakmuran yang sesungguhnya tidaklah datang dari minyak, karet alam, atau kayu, tapi justru dari masyarakat mereka sendiri.
Perhatian untuk Pengembangan Sumber Daya Manusia
Dewasa ini, perhatian terhadap masalah pengembangan sumber daya manusia mencerminkan peningkatan kesadaran di antara para pembuat kebijaksanaan atas dimensi “strategis” dari pengembangan keahlian, pendidikan, dan pelatihan keahlian. Bagaimanapun yang harus diperhitungkan adalah pengembangan sumber daya manusia sebagai suatu “aksi”, dan aksi yang terintegrasi ke dalam pandangan strategis jangka panjang serta diimplementasikan secara cermat ke dalam langkah perencanaan.
Sumber daya profesional dan finansiil untuk pengembangan sumber daya manusia di kawasan Asia Tenggara sangat terbatas, terutama pada periode kemandekan atau pertumbuhan ekonomi yang rendah. Karena itu, pendekatan strategis untuk mengalokasikan sumber daya yang langka ini menjadi lebih penting dibandingkan waktu-waktu sebelumnya. Untuk mencapai hal itu dalam bldang pengembangan eksekutif dibutuhkan:
• Taksiran yang cermat atas situasi masa kini “diagnosa keahlian” yang add di masing-masing negara ASEAN dan pada tingkat kawasan.
• Wawasan mengenai masyarakat yang ingin dibentuk oleh para pemimpin bangsa, terutama nilai-nilai yang ada pada masyarakat masa depan dan keinginan untuk menyumbangkannya demi perkembangan.
• Usaha mengidentifikasi lingkungan-lingkungan perusahaan: sosial, ekonomi, dan teknologi yang dapat mencirikan suatu negara dalam sepuluh tahun yang akan datang, atau yang telah ada selama ini.
• Keahlian profesional dalam pengembangan sumber daya manusia untuk menghasilkan profil eksekutif.
Jika Anda ingin mendapatkan slide powerpoint presentasi yang bagus tentang management skill, strategi bisnis dan leadership skills,
Situasi Masa Kini di Kawasan Asia Tenggara
Sejauh keahlian para manajer yang menjadi sorotan, terdapat ciri-ciri umum di kawasan Asia Tenggara (kecuali Singapura). Hal itu meliputi kelangkaan wiraswasta lokal, langkanya “manajer proyek” yang efektif dan efisien, kurangnya keahlian manajemen tingkat menengah, kurang¬nya keahlian manajerial di antara para pegawai negeri yang memimpin perusahaan negara, badan-badan usaha, dan perusahaan-perusahaan umum. Isyu-isyu kualitatif juga membebani kekurangan kuantitatif keahlian manajemen, seperti: orientasi atas keuntungan jangka pendek, prioritas rendah atas tanggung jawab sosial, dan kecilnya perhatian atas masalah lingkungan.
Juga terdapat tendensi untuk mencari jenis pemecahan “cepat jadi”, percaya akan desas-desus sebagai alat manajerial yang magis, sumber daya potensial yang belum terpakai(seperti tenaga wanita), keterbatasan perlunya pengembangan sumber daya manusia, dan “profesionalisme” dalam manajemen tidak dilihat sebagai hal yang penting.
Situasi ini merupakan halangan dalam pencapaian tujuan-tujuan sosio-ekonomi jangka panjang. Tingkat perubahan atas situasi ini berkaitan dengan sistem pendidikan. Dewasa ini, di beberapa negara ASEAN dapat ditemukan sistem produksi keahlian manajemen yang tidak efektif dan efisien. Tidak hanya dibutuhkan waktu yang lebih lama dari yang seharusnya guna menghasilkan lulusan universitas tapi juga “mutu” dari output itu tidak sesuai dengan kondisi sosio-ekonomi dan teknologi negara yang bersangkutan.
Universitas umumnya menghasilkan lulusan yang dididik cara kuno, dipakai buku-buku teks Barat yang tidak diterjemahkan dan seringkali isinya tidak dapat memenuhi pengetahuan yang relevan terhadap pengelolaan kondisi yang spesifik negara-negara dalam kawasan ini. Isi pengajaran sering terlalu teoritis dan kurang sesuai. Maka proses belajar menjadi sangat tradisional dan cenderung untuk membatasi keefektifan karena ini menyuburkan sikap ketergantungan, serta menghargai kepatuhan atau paling tidak kepasifan. Hal ini bersandar atas kebiasaan menghafal pelajaran daripada: mengajukan pertanyaan yang menantang, penumbuhan keingintahuan intelektual, pengembangan kekritisan dan penerapannya atas praktek-praktek masalah manajemen dalam lingkungan lokal.
Isyu-isyu politik dan dimensi etika manajemen, jika tidak “tabu”, pada akhirnya tidak diintegrasikan ke dalam kurikulum seperti jika proses pendidikan hanya bertujuan untuk menghasilkan teknisi dengan tas peralatannya. Seharusnya hal itu ditujukan untuk mempelajari secara cepat perangkat lunak alat-alat itu melalui latihan-latihan.
Para guru besar ekonomi, akunting, dan ma¬najemen bisnis yang dibayar rendah menggunakan sebagian besar waktunya untuk bekerja di luar universitas. Hal ini menyebabkan mereka kurang dapat menyegarkan pengetahuannya dan tetap mengajarkan apa yang mereka peroleh di Barat beberapa dekade yang lampau. Rendahnya motivasi tenaga pengajar untuk mengem-bangkan dirinya, dan keterbatasan atau ketiadaan sumber daya yang ingin menyumbang gu¬na dapat membangkitkan suatu sistem yang cost-effective, telah terjerat dalam lingkaran setan.
Dalam kedua kasus di atas, tidak banyak terjadi akumulasi keahlian di universitas. Pergesekan bakat oleh sistem kepatuhan dan pengunduran tenaga-tenaga pengajar telah membatasi upaya pengembangan sistem yang cost-effective dan efisien. Institut manajemen dan universitas swasta tidak lebih baik, terutama lembaga yang lebih mengejar “keuntungan” daripada “pendi¬dikan”. Terdapat juga pengecualian.
Di setiap negara Asia Tenggara terdapat institut atau uni¬versitas yang terlibat dalam pengembangan sumber-sumber daya untuk membangun kelompok tenaga pengajar profesional yang terlatih baik, sementara mengimplementasikan strategi jangka panjang untuk membangun dan/ atau menumbuhkan keahlian mereka. Akan tetapi mere¬ka hanya “pengecualian”.
Sebagai alternatif atas keahlian manajerial lokal, studi manajemen di kawasan Asia Tenggara disandarkan pada kurikulum di berbagai sekolah bisnis di Amerika, Jepang, Australia, dan Eropa. Akan tapi hal ini terbatas secara kuantitatif karena berkaitan dengan akses finansil para siswa, dan menimbulkan kesulitan-kesulitan dalam proses belajar, larinya para sarjana ke luar negeri, perubahan-perubahan sikap, nilai, dan kebudayaan.
Bagaimanapun juga, situasi dewasa ini di kawasan Asia Tenggara telah berubah, sekalipun lambat. Program-program baru MBA lokal sedang dikembangkan dan memberikan harapan yang baik melalui kerjasama dengan institusi asing yang terkenal. Mereka telah mulai menghasilkan transfer teknologi yang efektif dalam bidang pendidikan manajemen.
Perkembangan bisnis di Asia merupakan salah satu jembatan yang menghubungi perkembangan bisnis – bisnis di luar Asia. Para Investor lebih mencari saham di wilayah Asia dari pada di luar Asia, karena pajak yang diberikan untuk para investor tergolong agak rendah.
Jadi, perkembangan bisnis di Asia sangat meningkat karena tersedianya sumber daya manusia yang kuat, dan produk mudah diterima oleh para konsumen luas.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar